ETIKA BISNIS SOFTSKILL
Nama : Putri Qibtia
NPM : 15215457
Kelas : 3EA08
PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS
DARI MASA KE MASA
Pengertian Etika
Etika biasa disebut sebagai ilmu
yang mempelajari tentang apa yang biasa dilakukan. pendeknya etika adalah ilmu
yang secara khusus menyoroti perilaku manusia dari segi moral bukan dari fisik,
etnis dan sebagainya. Definisi etika sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu
pengertian yang sama yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan
pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara
universal baik secara ekonomi / sosial. Selain itu etika juga merupakan salah
satu disiplin pokok dalam filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus
hidup agar berhasil menjadi sebagai manusia. (Franz Magnis-Suseno :1999)
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan
dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam
membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang
saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis
yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar
dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai
pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang
luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Sifat Etika Bisnis
Apakah suatu praktik bisnis bisa
dikatakan berdimensi etis atau tidak etis bisa dikaji dengan memahami esensi
dari etika bisnis dari pandangan utilitariabism (kemanfaatan), relativism
(relativitas) dan legalism (legalitas). Menurut pandangan utilitariabism,
bisnis dinyatakan etis jika memberikan manfaat kepada banyak orang. Tetapi
pandangan ini akan akan berdampak adanya pihak-pihak yang dikorbankan. Sebagai
contoh pembangunan jalan layang jelas menguntungkan, namun dalam keuntungan
yang diperoleh pebisnis mempunyai dampak berupa hilangnya kesempatan petani
mengelola tanah produktif dan rusaknya keseimbangan ekosistem.
Menurut pandangan relativism,
bisnis dinyatakan etis bila mayoritas berpandangan setuju atau sesuatu yang
bersifat umum dilakukan. Namun berbisnis secara etis bukan merupakan pengikut relativism.
Seprti misalnya banyak kasus bribery dan extorsion yang keduanya
merupakan kasus penyuapan. Pada bribery, inisial penyuapan berasal dari
pemberi (giver), sedangkan extorsion inisial penyuapan dari pihak
penerima (receiver). Demikian juga berbisnis secara etis bukan pengikut
pandangan legalism, karena berbisnis lebih dari sekedar taat pada aturan
hukum yang ada, namun ketentuan legal merupakan persyaratan minimum dari suatu
tindakan bisnis yang etis. Seperti misalnya ketentuan upah minimum, maka
perusahaan yang berdimensi etis akan memberikan upah lebih dari jumlah tersebut
yaitu pemberian upah yang berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan karyawan
lebih luas dengan memperhatikan kemampuan perusahaan secara jujur.
Etika bisnis merupakan sesuatu yang
berlaku secara universal, artinya esensi etika bisnis berlaku di mana saja,
kapan saja, dan siapa saja tanpa memandang jabatan, ras, pendidikan, dan agama.
Pertimbangan normatif yang menjadi basis apakah sesuatu itu baik atau buruk
mempunyai karakteristik memperhatikan sungguhsungguh seberapa besar kerugian
dan keuntungan bagi manusia, menentang upaya memperoleh keuntungan sendiri (override
self-interest), dan didasari pada pertimbangan yang fair. Bisnis
yang berdimensi etis akan selalu memprioritaskan sumber daya manusia dari pada
modal, menghargai martabat manusia, menghormati human right, profit sharing dan
lebih memperhatikan pihak yang lemah. Kennedy (1995) dalam The rise and fall
of great power menyatakan bahwa tantangan terbesar manusia di abad-21
adalah menggunakan kekuatan teknologi untuk memenuhi tuntutan kekuatan penduduk
untuk membebaskan tiga perempat jumlah penduduk dunia yang miskin.
Pihak yang berperan besar dalam
menentukan bisnis berorientasi etis atau tidak adalah manajer. Dia berperan
dalam menentukan kebijakan perusahaan, kode etik perusahaan, serta pendidikan
dan pelatihan etika bisnis bagi para pekerjanya. Berkembangnya bisnis
berdimensi etis akan memberi harapan meningkatnya kesejahteraan masyarakat
dengan tersedianya lebih banyak pilihan produk yang harganya murah, kualitas
dan pelayanan yang lebih baik, dan adanya jaminan keselamatan konsumen yang
memadai.
Etika dalam dunia bisnis diperlukan
untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis
mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali
timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika
bisnis De George membedakannya kepada lima periode, yaitu :
- Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain, menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral
disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.
- Masa Peralihan: Tahun 1960-an
Pada saat ini terjadi perkembangan
baru yang dapat disebut sbagai prsiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis.
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan), pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Hal ini memberi
perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan memasukan
mata kuliah baru ke dalam kurikulum dengan nama busines and society and
coorporate sosial responsibility, walaupun masih menggunakan pendekatan
keilmuan yang beragam minus etika filosofis.
- Etika Bisnis Lahir di AS: Tahun 1970-an
Terdapat dua faktor yang mendorong
kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
–
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar
bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis
–
Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.
Pada saat ini mereka bekerja sama
khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika
terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini
disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana
tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi
Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
- Etika Bisnis Meluas ke Eropa: Tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Hal ini pertama kali
ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat, yang
mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada tahun 1987 didirikan pula European
Ethics Network (EBEN), yang digunakan sebagai forum pertemuan antara akademisi
dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional dan internasional.
- Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: Tahun 1990-an
Etika bisnis telah hadir di Amerika
Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif
melakukan kajian etika bisnis adalah Institute of Moralogy pada universitas
Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekkan oleh Management
Center of Human Values yang didirikan oleh dewan direksi dari Indian Institute
of Management di Kalkutta tahun 1992. Lalu pada 25-28 Juli 1996, telah
didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) di
Tokyo.
Di Indonesia sendiri, pada beberapa
perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah
etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan
pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan
etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
Perkembangan Etika Bisnis di
Indonesia.
Etika bisnis dapat dikatakan baru
berkembang dalam satu dua dasawarsa terakhir ini. Jika dibandingkan dengan
etika khusus lainnya sebagai cabang etika terapan, seperti etika politik, dan
kedokteran, etika bisnis dirasakan masih sangat baru. Dengan semakin gencarnya
pembicaraan mengenai etika bisnis di masyarakat bersama dengan hidupnya
kegiatan bisnis di negera kita, mulai disadari bahwa etika bisnis perlu
mendapatkan perhatian yang lebih besar, khususnya dalam kerangka perilaku
bisnis di Indonesia.
Disadari bahwa tuntutan dunia bisnis
dan manajemen dewasa ini semakin tinggi dan keras yang mensyaratkan sikap dan
pola kerja yang semakin profesional. Persaingan yang makin ketat juga juga
mengharuskan pebisnis dan manajer untuk sungguh-sungguh menjadi profesional jika
mereka ingin meraih sukses. Namunyang masih sangat memprihatinkan di Indonesia
adalah bahwa profesi bisnis belum dianggap sebagai profesi yang luhur. Hal ini
disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa bisnis adalah usaha
yang kotor. Itulah sebabnya bisnis selalu mendapatkan konotasi jelek, sebagai
kerjanya orang-orang kotor yang disimbolkan lintah darat yaitu orang yang
mengeruk keuntungan secara tidak halal menghisap darah orang lain. Kesan dan
sikap masyarakat seperti ini sebenarnya disebabkan oleh orang-orang bisnis itu
sendiri yang memperlihatkan citra negatif tentang bisnis di masyarakat. Banyak
pebisnis yang menawarkan barang tidak bermutu dengan harga tinggi,
mengakibatkan citra bisnis menjadi jelek. Selain itu juga banyak pebisnis yang
melakukan kolusi dan nepotisme dalam memenangkan lelang, penyuapan kepada para
pejabat, pengurangan mutu untuk medapatkan laba maksimal, yang semuanya
itu merupakan bisnis a-moral dan tidak etis dan menjatuhkan citra
bisnis di Indonesia.
Rusaknya citra bisnis di Indonesia
tersebut juga diakibatkan adanya pandangan tentang bisnis di masyarakat kita,
yaitu pandangan praktis-realistis dan bukan pandangan ideal. Pandangan
praktis-realistis adalah pandangan yang bertumpu pada kenyataan yang berlaku
umum dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara
manusia untuk memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh
keuntungan. Pada pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis
adalah mencari laba. Bisnis adalah kegiatan profit making, bahkan laba
dianggap sebagai satu-satunya tujuan pokok bisnis. Dasar pemikiran mereka
adalah keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis itu. Tanpa keuntungan
bisnis tidak mungkin berjalan. Friedman dalam De George (1986) menyatakan bahwa
dalam kenyataan keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi dasar orang
berbisnis. Karena orang berbisnis inginmencari keuntungan, maka orang yang
tidak mau mencari keuntungan bukan tempatnya di bidang bisnis. Inilah suatu kenyataan
yang tidak bisa disangkal. Lain halnya dengan pandangan ideal, yaitu melakukan
kegiatan bisnis karena dilatarbelakangi oleh idealisme yang luhur.
Menurut pandangan ini bisnis adalah
suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan
membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran
mereka adalah pertukaran timbal balik secara fair, di antara pihak-pihak
yang teribat. Maka yang ingin ditegakkan adalah keadilan kumulatif dan keadilan
tukarmenukar yang sebanding. Konosuke Matsushita dalam Lee dan Yoshihara (1997)
yang menyatakan bahwa tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan,
melainkan untuk melayani masyarakat. Sedangkan keuntungan adalah simbol
kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis yang kita lakukan. Fokus perhatian
bisnis adalah memberi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kita
akan memperoleh keuntungan dari pelayanan tersebut. Pandangan bisnis ideal
semacam ini, bisnis yang baik selalu memiliki misi tertentu yang luhur dan
tidak sekedar mencari keuntungan. Misi itu adalah meningkatkan standar hidup
masyarakat, dan membuat hisup manusia menjadi lebih manusiawi melalui pemenuhan
kebutuhan secara etis.
Melihat pandangan bisnis di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa etika bisnis di Indonesia masih jelek. Citra
jelek tersebut disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis hanya
sebagai sekedar mencari keuntungan. Tentu saja mencari keuntungan sebagaimana
dikatakan di atas. Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis
hanya mencari keuntungan telah mengakibatkan perilaku yang menjurus
menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa
mengindahkan nilai-nilai manusiawi lainnya seperti adanya persaingan tidak
sehat, monopoli, kecurangan, pemalsuan, eksploitasi buruh dan sebagainya.
Keuntungan adalah hal yang baik dan perlu untuk menunjang kegiatan bisnis
selanjutnya, bahkan tanpa keuntungan, misi luhur bisnis pun tidak akan
tercapai. Persoalan dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar
keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah
melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihakpihak
yang terkait dalam bisnis ini. Perkembangan etika bisnis di Indonesia yang
demikian itu, nampaknya hingga sekarang masih jauh dari harapan.
Sumber
http://meginugrahawa.blogspot.co.id/2015/12/perkembangan-etika-bisnis-pada-abad-21.html
Komentar
Posting Komentar