ETIKA BISNIS : Artikel UU Perlindungan Konsumen
Nama : Putri Qibtia
NPM : 15215457
Kelas : 3EA08
Hukum Perlindungan Konsumen
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen
diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang
dan atau jasa; hak
untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
v Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 ,
dan Pasal 33.
v Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3821
v Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
v Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
v Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
v Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota
v Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Azaz Perlindungan
Konsumen
- Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
- Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
- Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual,
- Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
- Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
negara menjamin kepastian hukum.
Hak-hak
Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
1.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta pelaksanaan ketentuan dari
Undang-Undang Perlindungan Konsumen seharusnya dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Pengawasan
mengenai perlindungan konsumen ini tidak akan efektif jika dilakukan hanya oleh
pemerintah saja. Butuh partisipasi dari semua pihak, mulai dari konsumen,
pelaku usaha hingga Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Untuk menekan jumlah
pelanggaran UU Perlindungan Konsumen sehingga konsumen akan merasa terlindungi,
pemerintah sebaiknya meningkatkan selalu pengawasan terhadap barang-barang yang
beredar di pasaran. Pemerintah juga harus secara terus menerus mengadakan
sosialisasi Perlindungan Konsumen kepada masyarakat, terutama lewat iklan di
televisi. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia sering menonton televisi.
Jadi, iklan yang beredar di televisi tidak hanya iklan-iklan yang bersifat
promotif terhadap produk-produk saja, tetapi ada juga iklan yang bersifat
edukatif yang juga bermanfaat bagi konsumen.
Contoh kasus perlindungan konsumen
Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni
2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan
akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos
yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di
pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi
Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan
penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap
darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh,
kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya
sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan
hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang
sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang
dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair
isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari
Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006.
Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan
muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan
obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian
muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen
Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU,
registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan
Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi
tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode
sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar
(teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada
kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan.
Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas
terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Adapun perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1. a. Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, peraturan yang
berlaku, ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak sesuai dengan
pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang
dan/atau jasa yang menyangkut berat bersih, isi bersih dan jumlah dalam
hitungan, kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran, mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu, janji yang
diberikan.
c. Tidak mencantumkan
tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang
tertentu, informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
d. Tidak mengikuti
ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label
e. Tidak memasang
label/membuat penjelasan yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih, komposisi, tanggal pembuatan, aturan pakai, akibat sampingan, ama dan alamat pelaku usaha, keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
ukuran, berat/isi bersih, komposisi, tanggal pembuatan, aturan pakai, akibat sampingan, ama dan alamat pelaku usaha, keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f. Rusak, cacat atau
bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.
2. Dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa
a. Secara tidak benar
dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi standar mutu
tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna
tertentu, dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah
tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b. Secara tidak benar dan
seolah -olah barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan/memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesoris tertentu, dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor,
persetujuan/afiliasi, telah tersedia bagi konsumen, langsung/tidak langsung
merendahkan barang dan/atau jasa lain, menggunakan kata-kata berlebihan, secara
aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan
lengkap, menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti, dengan
harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak
dilaksanakan, dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak
memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji, dengan
menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional,
suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
3. Dalam menawarkan
barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang
mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau
menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan
potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi,
tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan
dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.
4. Dalam menawarkan
barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara
undian dilarang
a.Tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan
hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak
sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan
nilai hadiah yang dijanjikan.
5.Dalam menawarkan barang
dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat
menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.Dalam hal penjualan
melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan
a.Menyatakan barang
dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan
tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak
berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan
barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang
lain.
Analisis
Agar
tidak terjadi lagi kejadian-kejadian yang merugikan bagi konsumen, maka kita
sebagai konsumen harus lebih teliti lagi dalam memilah milih barang/jasa yang
ditawarkan dan adapun pasal-pasal bagi konsumen, seperti:
- Kritis terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk;
- Teliti sebelum membeli;
- Biasakan belanja sesuai rencana;
- Memilih barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi aspek
keamanan, keselamatan,kenyamanan dan kesehatan;
- Membeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan;
- Perhatikan label, keterangan barang dan masa kadaluarsa;
Pasal 4, hak konsumen adalah :
a.
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa”.
b. Disini
pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini terbukti
Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas
asalnya, 1 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada tahun
2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak
ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus. Hasil kajian dan analisa BPKN
juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan
Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna,
pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil
yellow).
c.
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”.
d. Para
pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti bakso, mie
ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan komposisi makanannya
bahkan mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen
dalam mengetahui informasi komposisi bahan makanannya.
SUMBER:
Komentar
Posting Komentar