Perspektif Etika Bisnis Menurut Pandangan Islam Dan Pandangan Barat


PERSPEKTIF ETIKA BISNIS MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN PANDANGAN BARAT

A.
    Etika Bisnis Islam dalam Al-Qur’an dan Hadist
Menurut etika bisnis Islam, setiap pelaku bisnis (wirausaha) dalam berdagang, hendaknya tidak semata-mata bertujuan mencari keutungan sebesar-besarnya, akan tetapi yang paling penting adalah mencari keridhaan dan mencapai keberkahan atas rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Hakikat keberkahan usaha itu adalah kemantapan dari usaha yang dilakukannya dalam bentuk memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT.
Al-Quran dan Hadits didalamnya mencakup sekumpulan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang jika dijalankan akan menghasilakn kesuksesan besar bagi para pelaku bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl : 89).
Nabi Muhammad SAW memperinci ayat diatas dengan hadits sebagai berikut:
“Telah kuwariskan kepadamu dua hal, yang jika kamu tetap berpegang kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku.” (Bukhari Muslim)
Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan beberapa etika dalam melakukan bisnis, sebagai berikut:
1)    Jujur dalam takaran dan timbangan, Allah berfirman QS al-Muthafifin 1-2:“Celakalah bagi orang yang curang. Apabila mereka menimbang dari lain (untuk dirinya, dipenuhkan timbangannya). namun, apabila mereka menimbang (untuk orang lain) dikuranginya”. Menjual barang yang halal. Dalam salah satu hadits nabi menyatakan bahwa Allah mengharamkan sesuatu barang, maka haram pula harganya (diperjualbelikan).
2)   Menjual barang yang baik mutunya. Dalam berbagai hadits Rasulullah melarang menjual buah-buahan hingga  jelas baiknya.
3)    Jangan menyembunyikan cacat barang. Salah satu sumber hilangnya keberkahan jual beli, jika seseorang  menjual barang yang cacat yang disembunyikan cacatnya. Ibnu Umar menurut riwayat Bukhari, memberitakan bahwa seorang lelaki menceritakan kepada Nabi bahwa ia tertipu dalam jual beli. Sabda Nabi ; “Apabila engkau berjual beli, katakanlah : tidak ada tipuan”.
4)   Jangan main sumpah. Ada kebiasaan pedagang untuk meyakinkan pembelinya dengan jalan main sumpah agar dagangannya laris. Dalam hal ini Rasulullah SAW memperingatkan: “sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapuskan keberkahan”. (H.R. Bukhari).
5)   Longgar dan bermurah hati. Sabda Rasulullah: “Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli dan waktu menagih hutang”. (H.R. Bukhari). Kemudian dalam hadits lain Abu Hurairah memberitakan bahwa Rasulullah bersabda: “ada seorang pedagang yang mempiutangi orang banyak. Apabila dilihatnya orang yang ditagih itu dalam dalam kesem-pitan, dia perintahkan kepada pembantu-pembantunya.” Berilah kelonggaran kepadanya, mudah-mudahan Allah memberikan kelapangan kepada kita”. Maka Allah pun memberikan kelapangan kepadanya “ (H.R. Bukhari).
6)  Jangan menyaingi kawan. Rasulullah telah bersabda: “janganlah kamu menjual dengan menyaingi dagangan saudaranya”.
7)  Mencatat hutang piutang. Dalam dunia bisnis lazim terjadi pinjam-meminjam. Dalam hubungan ini al-Qur’an mengajarkan pencatatan hutang piutang. Gunanya adalah untuk mengingatkan salah satu pihak yang mungkin suatu waktu lupa atau khilaf: “hai orang-orang yang beriman, kalau kalian berhutang-piutang dengan janji yang ditetapkan waktunya, hendaklah kalian tuliskan. Dan seorang penulis di antara kalian, hendaklah menuliskannya dengan jujur. Janganlah penulis itu enggan menuliskannya, sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepadanya”.
8) Larangan riba sebagaimana Allah telah berfirman: “Allah menghapuskan riba dan menyempurnakan kebaikan shadaqah. Dan Allah tidak suka kepada orang yang tetap membangkang dalam bergelimang dosa”.
9)    Anjuran berzakat, yakni menghitung dan mengeluarkan zakat barang dagangan setiap tahun sebanyak 2,5 % sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang diperoleh dari hasil usaha.

B.     Beberapa Aspek Terkait dengan Bagaimana Islam Memandang Etika dalam Bisnis
1.      Islam mengajarkan agar dalam berbisnis, seorang muslim harus senantiasa berpijak kepada aturan yang ada dalam agama, utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri, namun juga bisa membina hubungan yang harmonis dengan konsumen atau pelanggan, serta mampu menciptakan suasana saling meridhoi dan tidak ada unsur eksploitasi. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur’an yang memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).
2.      Bekerja dalam konteks Islam harus didasari atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan iman, berbisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan duniawi, melainkan seorang muslim harus senantiasa ingat bahwa apa pun yang ia kerjakan harus diimbangi dengan komitmen kecintaan kepada Allah. Dengan demikian, Iman akan membawa usaha yang dilakukan seorang muslim jauh dari hal-hal yang dilarang dalam hukum jual beli seperti riba, menipu pembeli, dan sejenisnya.
   


C.     5 Ketentuan Umum Etika Berbisnis dalam Islam.
1.      Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2.      Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3.    Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5.      Kebenaran, kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

D.    Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Barat
Sistem etika Islam secara umum memiliki perbedaan mendasar dibanding sistem etika barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang  berubah-ubah dan bersifat sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan.
Lahirnya pemikiran etika biasanya didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan ekstremitas baru dimana cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian.
Sedangkan dalam Islam mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan Penciptanya. Kehidupan totalitas duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Berikut penjabaran perbedaan tentang etika bisnis islam dengan barat:

1.      Etika Bisnis Dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
a.    Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama,  konsep Utility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi Distribitive Justice atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.

b.    Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan Virtue Ethics. Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dan lain sebagainya sebagai keseluruhan.
Kedua, Hukum Abadi Eternal Law, dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.

c.    Hybrid
Merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori teologi dan deontology. Bahasan akan di fokuskan antara lain teori kebebasan individu yang dikembangkan oleh Robert nozick, etika egoism dan etika egoism baru, teori relativisme, teori hak dan teori eksistensi.
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
1.      Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada diketahui untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
2.      Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
3.      Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.
4.      Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara. 
5.      Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori ini adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.


2.      Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam
Etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis. Berdasarkan pada prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan yaitu :
1.       Menanamkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis.
2.       Memperkenalkan argumentasi moral dibidang ekonomi dan bisnis serta cara penyusunannya.
3.       Membantu untuk menentukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
a.       Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
b.      Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
c.       Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
d.      Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
e.       Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam Islam.
f.       Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah hak individu.
Ø  Etika Skriptual
Etika skriptual dapat diartika sebagai sebuah etika yang berangkat dari interprestasi yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh terhadap nash ai quran dan sunnah nabi sabagai etika utama.
Al quran dipandang mencakup tiga hal utama, yaitu hakikat benar dan salah, keadilan dan kekuasaan dan kekuasaan tuhan dan kebebasan dan tanggungjawab. Sumber :
-       Al quran dan topic analisis. Teks dan interpretasinya, kebaikan dan kebenaran, keadilan tuhan dan tanggung jawab.
-    Bukti-bukti dan tradisi hadis nabi : kekuasaan tuhan, kemampuan manusia, kebaikan ada di dalam hati, rukun iman, inti keadilan dan tanggung jawab moral.
Ø  Teori etika teologis
Rasionalisasi etika , dasar-dasar deontology dari  benar dan salah : (a)kapasitas manusia dan tanggungjawabnya
(b) kebijaksaan tuhan dan kedilan.
Etika kebebasan , ketentuan tuhan sebagai dasar benar dan salah :
(a)  capacity dan acquisition
(b) keadilan dan ketidakadilan yang diterapkan tuhan.
Persoalan teologi, memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
1.      Mu’tazilah berhadapan asy ariah , meliputi sumber pengetahuan =akal pikiran
2.      Sumb hokum = akal, wahyu dan agama, syariat baik/buruk= akal dan syariat.
3.       Jabariah terhadap qadariah.
Ø  Rasionalisme (mu’tazilah)
Benar / salah terbatas a hokum etika berkaitan dengan : pujian/ cercaan, pahala/siksa. Manusia diberi akal jadi harus berfikir untuk menentukan perbuatan. Perbuatan dan tanggung jawab bergantung pada pengetahuan . akal menopang kehidupan etika secara keseluruhan . benar/.salah diketahui lewat pengetahuan atau akal.
Ø  Semi rasionalis-asyriah
1)      Dasar penentuan benar/salah :
a.       benar =apa yang dikehendaki dan di perintah Allah, salah = apa yang dilarang allah,
b.      perbuatan itu di ciptakan tuhan dan manusia,
c.        wahyu yang menentukan segala hal yang menjadi kewajibansecara moral dan agama, d.peran wahyu adlah mengonfirmasikan apa yang telah di temukan oleh akal.
2)       Tanggungjawab manusia a. sebatas/sesuai dengan perbuatan yang berasal dari kekuasaan yang diciptakan saja.
3)       Keadilan tuhan : apapun yang dilakukan / dikehendaki tuhan itu adil.
Ø  Etika filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam: tidak ada mazhab etika dalam pemikiran islam karena dalam pemikiran islam karena sudah ada Al quran dan Hadist.

Ø  Prinsip utama :
1.      Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan fitri.
2.     Moralitas dalam islam didasarkan pada keadilan menempatkan segala sesuatu pda tempatnya.
3.      Tidak etis akan menghasilkan kebahagiaan termai dunia dan fisik.
4.      Tindakann etis bersifat rasional.
Ø  Etika keagamaan
Cirri-cirinya adalah :
1)       Berakar pada Al quran dan Hadist
2)        Cenderung melepas kepelikan metodolodi langsung mengungkapkan moralitas islam secara langsung.
3)      Kebaikan/perilaku yang baik menurut : Al Dunya, miskawaih, hasan al basin, mawardi.  
Kabaikan / perilaku yang baik, menurut AL Dunya : Ucapan yang benar, setia dan taat kepada Allah, dermawan, membalas perbuatan baik, menegakkan kebenaran , solider terhadap teman.
Ø  Teori keadilan distribusi islam
Para pengamat mengatakan bahwa, tujuan distribusin dalam islam adalah persamaan dalam distribusi.
Dalam pandangan munawar iqbal, bahwa yang di maksud dengan distribusi justice dalam islam adlah distribusi yang menjamin 3 hal berikut:
1)         Jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi semua.
2)         Objektivitas atau kedilan  tetapi bukan persamaan dalam pendapatan individu
3)         Pembatasan ketidak merataan ekstrem dalam pendapatan dan kekayaan individu.

E.     Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.

F.      Kode Etik
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

G.     Prinsip-Prinsip Etika Profesi
1.      Prinsip Tanggung Jawab ; Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi yang dimilikinya
2.      Prinsip Keadilan ; Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam  kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3.      Prinsip Otonomi ; Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4.      Prinsip Integritas Moral ; Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.

H.    Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Barat
Dari bebrapa paparan diatas ada beberapa poin yang dapat membedakan etika bisnis islam dengan barat. Agar lebih jelas kami paparkan dengan bagan sebagai berikut:
NO
PERBEDAAN
ETIKA BISNIS ISLAM
KONVENSIONAL
1.
Sumber
Al-Quran dan Al-Hadits
Daya fikir Manusia
2.
Motif
Ibadah
Mencari keuntungan
3.
Paradigma
Syariah
Pasar
4.
Landasan
Falah
Utiliti individualisme
5.
Pondasi Dasar
Muslim
Manusia bisnis


PENUTUP
Kesimpulan
Etika bisnis islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Seperti menurut Hamzah Ya’kub dalam bukunya Etika Islam (1991:11-15) : etika adalah perilaku akhlaq berasal dari Arab, yang artinya sama dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabat. Pengertian akhlaq ialah ilmu yang menentukan baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT adalah untuk menyempurnakan dan atau memperbaiki akhlaq manusia , bukan untuk langsung mengembangkan ekonomi, tapi akhlaq terlebih dahulu.
Prinsip ekonomi, menurut para pembisnis dan para konglomerat adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menggunakan etika bisnis yang ada. Panduan Rasulullah dalam etika bisnis yang perlu diperhatikan dalam berbisnis:
1.Prinsip essensial dalam bisnis adalah kejujuran
2.Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis
3.Tidak melakukan sumpah palsu
4.Ramah tamah
5.Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.


Referensi

Komentar

Postingan Populer